Kamis, 18 Mei 2017

Sejarah dan Latar belakang bimbingan dan konseling



Sejarah dan Latar belakang bimbingan dan konseling

·         Perkembangan bimbingan dan penyuluhan pada umumnya
Pada tahun 1908 di Boston oleh Frank Parsons di dirikanlah suatu biro yang dimaksudkan untuk mencapai evisiensi kerja, dan beliaulah yang mengemukakan istilah atau pengertian tentang “vocational guidance” , yang meliputi “vocational choice, vocational placement” dan “vocational training” yang diharapkan akan adanya efisiensi dalam lapangan pekerjaan. Dan beliau pula yang mengusulkan agar masalah “vocational guidance” dimasukan dalam kurikulum sekolah.
            Bimbingan dan penyuluhan tidak saja terbatas dalam pengertian bimbingan dan penyuluhan dalam lapangan pekerjaan (vocational guidance) tetapi juga dalam lapangan pendidikan dan juga dalam lapangan kepribadian. Demikian juga lapangannya tidak hanya terbatas pada biro-biro penempatan kerja, tetapi juga menembus dalam lapangan-lapangan industri, sekolah-sekolah, dalam lapangan ketentaraan. [1]
·         Di Indonesia
Kegiatan bimbingan pada hakikatnya telah berakar dalam seluruh kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia. Berikut ini akan dibahas mengenai perkembangan usaha bimbingan  dalam pendidikan di Indonesia sebelum kemerdekaan, dekade 40-an, dekade 50-an, dekade 60-an, dekade 70-an, dan dekade 80-an.
Sebelum kemerdekaan
Masa sebelum kemerdekaan yaitu pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, kehidupan rakyat Indonesia berada dalam cengkeraman penjajah: Pendidikan diselenggarakan untuk kepentingan penjajah. Para siswa di didik untuk mengapdi kepentingan penjajah. Dalam situasi seperti ini upaya bimbingan sudah tentu diarahkan bagi perwujudan tujuan pendidikan masa itu yaitu menghasilkan manusia pengabdi penjajah. Akan tetapi rasa nasionalisme rakyat Indinesia ternyata sangat besar dan tebal, sehingga upaya penjajah banyak mengalami hambatan.

Dekade 40-an:perjuangan
Dalam bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih banyak ditandai dengan perjuangan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui kegiatan pendidikan serba darurat maka pada saat itu diupayakan secara bertahan memecahkan masalah besar tadi antara lain melalui pemberantasan buta huruf. Tetapi yang lebih mendalam adalah mendidik bangsa Indonesia agar memahami dirinya sebai bangsa yang merdeka : sesuai dengan jiwa Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Hal ini pulalah yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
Dekade 50-an: Perjuangan
Kegiatan bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan pendidikan.  Upaya membantu siswa dalam mencapai prestasi lebih banyak dilakukan oleh para guru kelas atau di luar kelas. Akan tetapi pada hakikatnya bimbingan telah tersirat dalam pendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa di sekolah agar dapat berprestasi meskipun dalam situasi yang darurat.
Dekade 60-an: peritis
Memasuki dekade 60-an situasi politik kurang begitu menguntungkan dengan klimaksnya pemberontakan G 30 S/PKI tahun 1965. Akan tetapi, dalam dekade ini pula lahir Orde Baru tahun 1966, yang kemudian meluruskan dan menegakkan, serta sudah mulai mantap dalam merintis kearah terwujudnya  suatu sistem pendidikan nasional.
Beberapa peristiwa penting dalam bidang pendidikan diantaranya :
1.      Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang Dasar Pendidikan Nasional.
2.      Lahirnya kurikulum SMA Gaya Baru 1964,  dengan keharusan pelaksaan bimbingan dan konseling (Bimbingan dan Penyuluhan)
3.      Lahirnya kurikulum 1968
4.      Kelahiran IKIP sebagai perpaduan dari IPG dan FKIP berdasarkan Keputusan Presiden No. 1/1963.
5.      Lahirnya jurusan Bimbingan dan Konseling  di IKIP tahun 1963.

Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan layanan bimbingan dan konselaing di sekolah sebagai salah satu kelengkapan sistem. Disinilah timbul tantangan untuk mulai merintis pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling yang berprogram dan terorganisasi dengan baik. Beberapa upaya perintisan yang telah dilakukan,yaitu:
1.      Anjuran dan para pengelola agar sekolah- sekolah melaksanakan bimbingan dan konseling.
2.      Dibukanya jurusan bimbingan dan konseling pada beberapa IKIP dan masuknya mata kuliah bimbingan dan konseling di IKIP.
3.      Penyelenggaraan penataran bagi para petugas atau calon petugas bimbingan dan konseling di sekolah.
4.      Gerakan memasyarakatkan perlunya bimbingan dan konseling di sekolah.
5.      Publikasi kepustakaan yang berkaitan dengan bimbingan dan konseling.
Dekade 70-an: Penataan
Setelah dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba penataannya dalam dekade 70-an. Dalam dekade ini bimbingan diupayakan aktualisasinya melalui penataan legalitas sistem : konsep, dan pelaksanaannya.
Kelahiran Orde Baru  telah banyak menyadarkan bangsa Indonesia akan kelemahan di masa lampau dan kesediaan memperbaiki di masa yang akan datang melalui pembangunan. Repelita pertama mulai di canangkan dan di laksanakan dalam awal dekade ini, dan di lanjutkan dalam dekade-dekade selanjutnya. Pembangunan dalam bidang pendidikan merupakan salah satu penunjang pembangunan nasional.
Pembangunan pendidikan, terutama diarahkan kepada pemecahan masalah utama pendidikan, yaitu : (1) pemerataan kesempatan belajar, (2) mutu , (3) relevansi , dan (4) efisiensi.
Beberapa upaya kegiatan penataan bimbingan selama dekade ini, yaitu:
1.      Pemantapan layanan bimbingan dan konseling di sekolah berdasarkan kurikulum 1975. Karena pada dasarnya kurikulum 1975/1976 merupakan legalitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah
2.      Kegiatan penataran bagi berbagai pihak yang terlibat: dalam bimbingan dan konseling mulai dari tingkat nasional sampai ke daerah.
3.      Pemantapan layanan bimbingan dan konseling untuk meninjang inovasi di PPSP
4.      Adanya program darurat dalam upaya pengadaan tenaga bimbingan dan konseling antara lain PGSLP yang di sempurnakan
5.      Pemantapan kurikulum jurusan bimbingan dan konseling pada LPTK.
6.      Mulai di buka program Pasca Sarjana untuk bidang, bimbingan dan konseling (di IKIP Bandung tahun 1977).
7.      Perintisan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di perguruan tinggi.
8.      Kelahiran IPBI (Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia) di Malang bulan Desember 1975, sebagai wadah para petugas bimbingan.
9.      Berbagai kegiatan seminar dan lokakarya dalam bimbingan baik tingkat Internasional, Nasional  , maupun Ragional/lokal
10.  Penelitian-penelitian dalam bidang bimbingan atau bidang-bidang lain yang relefan oleh Balitbang Dikbud, perguruan tinggi, lembaga, organisasi, ataupun perseorangan.
Dekade 80-an: Pemantapan
            Setelah melalui penataan dalam dekade 70-an, maka dalam dekade 80-an ini bimbingan diupayakan agar mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang profesional.  Maka, upaya-upaya dalam dekade 80-an lebih mengarah kepada profesionalisasi yang lebih mantap.
            Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV, dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas. Repelita ini lebih menekankan pada hasil manusia pembangunan yang lebih mandiri yang peka perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta peka pula akan pertumbuhan bangsa.
            Beberapa upaya dalam pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini, yaitu:
1.      Penyempurnaa kurikulum (dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984).
2.      Penyempurnaa seleksi mahasiswa baru (sipenmaru) baik melalui PMDK maupun ujian tulis.
3.      Profesionalisasi tenaga kependidikan dalam berbagai tingkat dan jenis (antara lain dengan akta mengajar).
4.      Penataan perguruan tinggi baik negri maupun swasta (misalnya dengan PP5/1980, NKK, wawasan, almamater, dan sebagainya).
5.      Pelaksanaan wajib belajar.
6.      Pembukaan Universitas terbuka sebagai sarana perluasan kesempatan belajar.
7.      Lahirnya Undang-Undang Pendidikan Nasional..
Di dalam dekade 80-an, bimbingan perlu dimantapkan secara profesional dan proposional.
      Beberapa upaya yang dilaksanakan, yaitu:
1.      Upaya penerangan bimbingan terpadu dalam pengelolaan dan layanan.
2.      Penekanan layanan bimbingan karir dalam keseluruhan layanan bimbingan baik di sekolah maupun di luar sekolah.
3.      Penyempurnaan sistem penataran para petugas di lapangan.
4.      Penyempurnaan kurikulum jiwa bimbingan konseling yang lebih mengarah kepada pencapaian kompetensi profesional.
5.      Penataan dan peningkatan Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) sebagai wadah organisasi para petugas bimbingan melalui penataan kedalam dan kerjasama, baik vertikal maupun horizontal, baik nasional maupun internasional.
6.      Penyelenggaraan seminar dan lokakarya yang lebih profesional, baik tingkat nasional maupun internasional . dengan melihat uraian di atas, maka dalam dekade 80-an dan selanjutnya bimbingan akan makin mantap posisinya dalam bidang pendidikan.

Bimbingan berdasarkan Pancasila

Bimbingan mempunyai peran yang amat penting dan strategis dalam perjalanan bangsa Indonesia secara keseluruhan. Sjak sebelum kemerdekaan , setelah kemerdekaan apalagi pada era penbangunan nasional, bimbingan mempunyai peranan dalam upaya mewuludkan manusia-manusia Indonesia.
Bimbingan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari pendidikan dan mempunyai tanggung jawab yang amat besar dalam mewujudkan manusia Pancasila. Karena itu seluruh kegiatan bimbingan di Indonesia tidak lepas dari Pancasila baik secara konseptual mauoun operasional.
Konsep-konsep bimbingan yang bersumber dari luar perlu dikaji untuk dapat di akomodasikan dan di asimilasikan  sesuai dengan pola-pola asas Pancasila. Suatu disiplin bimbingan yang khas Indonesia dan dapat di pertanggung jawabkan secara ilmiah dan profesional.
Hakikat bimbingan berdasarkan pancasila adalah keseluruhan upaya bimbingan yang bertitik tolak dari manusia pancasila, dilaksanakan oleh pembimbingan pancasila, untuk membantu terbimbing dalam mewujudkan diri sebagai manusia pancasila, dan berlangsung melalui proses, dan suasana yang sesuai dengan pancasila.
Unsur-unsur pokok yang tersirat seperti pembimbing, terbimbing, sarana dan lingkungan,  Sebaiknya bersumber dan bermuara pada  pancasila.


·         Pengertian Bimbingan
Berdasarka Pasal 27 Praturan Pemerintah Nomor 29/90, “Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka upaya menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan mereencanakan masa depan.” (Depdikbud, 1994).
Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi dimaksudkan agar peserta didik mengenal kekuatan dan kelemahan dirinya sendiri, serta menwerimanya secara positif dan dinamis. Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungannya dimaksudkan agar peserta didik mengenal secara objektif lingkungan, baik lingkungan sosial maupun lingkungan fisik, dan menerima berbagai kondisi lingkungan itu secara positif dan dinamis pula. Pengenalan lingkungan tersebut meliputi lingkungan rumah, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan alam sekitar serta “lingkungan yang lebih luas”. Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan dimaksudkan agar peserta didik mampu mempertimbanagkan dan mengambil keputusan tentang masa depan dirinya sendiri, baik yang menyangkut bidang pendidikan, bidang karier, maupun bidang budaya/keluarga/kemasyarakatan.
Bimbingan dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami didinya sendiri, sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar, sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah , keluarga, dan masyarakat serta kehidupan pada umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebai makhluk sosial.  (Rohman natawidjaja)
Menurut Muh. Surya, bimbingan ialah suatu proses pemberian bantuan yang terus menerus dan sistematis dari pembimbing kepada yang di bimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri dan perwujudan diri, dalam mencapai tingkat perkembangan yang  optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Menurut Rayetno, bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau sekelompok orang agar mereka itu dapat berkembang menjadi pribadi-pribadi yang mandiri. Kemandirian ini mencakup lima fungsi pokok yang dijalankan oleh pribadi mandiri, yaitu: mengenal diri sendiri dan lingkungannya,. Menerima diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis, mengambil keputusan, mengarahkan diri, dan mewujudkan diri.
·         Pengertian konseling
Konseling sebagai terjemahan dari “Counseling” merupakan bagian dari bimbingan, baik sebagai layanan maupun sebagai teknik. “Layanan konseling adalah jantung hati layanan bimbingan secara keseluruhan (counseling is the heart of guidance)”, (Sukardi, 1985:11). Dan Ruth Strang menyatakan bahwa: “Counseling is a most important tool of guidance”. Jadi konseling merupakan inti dari alat yang paling penting dalam bimbingan.
Menurut Rochman Natawidjaja mendefinisikan bahwa : konseling merupakan satu jenis layanan yang merupakan bagian terpadu dari bimbingan. Konseling juga diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua individu, dimana yang seorang (yaitu konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
Muh.Surya, mendefinisikan bahwa : konseling merupakan upaya bantuan yang diberikan kepada konseli supaya dia memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pad masa yang akan datang. Pada umumnya menentukan konsep diri  mengenai beberapa hal yaitu: dirinya sendiri, orang lain, pendapat orang lain tentang dirinya , tujuan-tujuan yang hendak dicapai, kepercayaan.
Prayetno mengemukakan: konseling adalah pertemuan empat mata antara klien dan konselor  yang berisi  usaha yang laras, unik , dan human (manusiawi), yang dilakukan dalam suasana  keahlian yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku.
Dengan membandingkan pengertian tentang konseling yang yang dikemukakan pakar di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa konseling merupakan suatu bantuan yang dilakukan dengan empat mata atau tatap muka antar koselor dan klien yang berisi usaha yang laras, unik, human (manusiawi), yang dilakukan dalam suasana keahlian dan yang didasarkan atas norma-norma yang berlaku, agar klien memperoleh konsep diri dan kepercayaan diri sendiri dalam memperbaiki tingkah lakunya pada saat ini dan mungkin pada masa yang akan datang.



[1] Prof.Dr. Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, cetakan ketiga, hal:9
[2] Drs. Dewa Ketut Sukardi,MBA.,MM.; Pengantar pelaksanaan program Bimbingan dan Konseling di sekolah cetakan kedua , hal:20 , 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar