Kamis, 01 Juni 2017

KESEHATAN REPRODUKSI



Bab I
Pendahuluan
I.                   Latar Belakang
Di Indonesia, banyak perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam menjaga kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara antara mereka (ketidakadilan dan kesetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu, program-program kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut. Saat ini, tenaga kesehatan makin sadar tentang pentingnya mempertimbangkan isu gender dalam pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan ketidakadilan dan kesetaraan peran dan tanggung jawab dalam lingkungan tempat mereka bekerja. Maka dari itu, makalah ini dibuat untuk membahas hubungan antara kesehatan reproduksi dan gender.

II.                Rumusan Masalah
A.    Apa Pengertian Kesehatan Reproduksi?
B.     Apa saja Masalah dalam Kesehatan Reproduksi?
C.     Apa Saja Hak dalam Bereproduksi ?
D.    Bagaimana Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Kesehatan Reproduksi?














BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kesehatan Reproduksi
Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 23 Tahun 1992).
Definisi ini sesuai dengan WHO, kesehatan tidak hanya berkaitan dengan kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental dan sosial, ditambahkan lagi (sejak deklarasi Alma Ata-WHO dan UNICEF) dengan syarat baru, yaitu: sehingga setiap orang akan mampu hidup produktif, baik secara ekonomis maupun sosial.
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita secara sempit dengan mengkaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi.[1]
B.     Masalah dalam Kesehatan Reproduksi
Secara tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan dalam kesehatan reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS, dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan gender, serta remaja. Kesehatan reproduksi mrepukana hak baik laki-laki maupun perempuan. Dalam kenyatannya tidak semua manusia mengetahui apa itu kesehatan reproduksi dan bagaimana hak serta kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak lain (lawan jenisnya) ataupun hak-haknya yang harus dipenuhi oleh pihak lain. (Tosepu, 2009).
Perempuan sebagai manusia yang memiliki anatomi tubuh (organ reproduksi) berbeda dengan laki-laki yang memiliki struktur, sifat dan karakter yang berbeda dengan organ reproduksi laki-laki. Hal ini harus dimengerti oleh laki-laki terutama oleh perempuan itu sendiri sebagai pemiliknya. Namun demikian, belum tentu semua perempuan memahami dan mengerti akan hal tersebut. Apalagi sampai kepada hak dan kewajiban yang terkait dengan seksualitasnya.
Berfungsinya sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-proses yang terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak, remaja pra-nikah, reproduktif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan dilalui oleh setiap perempuan, dan masa-masa tersebut akan terjadi perubahan dalam sistem reproduksinya. Menurut WHO, agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi dengan baik dan sehat, dalam pengertian fisik, mental maupun sosial diperlukan beberapa syarat, yakni:
1.      Tidak ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun laki-laki. Antara lain perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk mempermudah kelahiran bayinya kelak.
2.      Baik laiki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar perkembangan emosinya  berlangsung dengan baik. Hal ini harus dimulai sejak anak-anak, bahkan sejak bayi.
3.      Setiap orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung atau tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap kelainan atau penyakit pada organ reproduksi, akan dapat pula mengganggu kemampuan seseorang dalam menjalankan tugas  reproduksinya. Termasuk disini adalah penyakit  yang ditulatrkan melalui hubungan seksual, misalnya: AIDS dan Hepatitis B, infeksi lain pada organ reproduksi, infeksi lain yang mempengaruhi perkembangan janin, dll.
4.      Seorang perempuan yang sedang hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah penyakit atau kelainan kehamilan adalah sebuah proses fisiologis. Meskipun demikian, kehamilan dapat pula mencelakai kesehatan perempuan, entah itu pendarahan, tekanan darah tinggi, bahkan sampai kematian.
a.       Ruang lingkup masalah kesehatan reproduksi
Isu-isu yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular seksual termasuk HIV-AIDS, dll. Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan. Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting, mengingat dampaknya juga terasa pada kualitas hidup generasi berikutnya. Sejauh mana seseorang dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.
Menurut program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi:
1)      Praktek tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti: kekerasan, diskriminasi anak, dsb).
2)      Masalah kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak yang sering kali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan dan pelecehan seksualitas, dll).
3)      Moralitas dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalinan dan masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir yang rendah.
4)      Infeksi saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.
5)      Sindrom pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi.
6)      Kekurangan hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.[2] 
b.      Kesehatan reproduksi dalam tinjauan islam
Al-Qur’an dan Hadits banyak membahas masalah tentang kesehatan reproduksi. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah sangat menghargai kesulitan dan penderitaan ibu ketika melahirkan. Allah memberikan kewajiban kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya terutama ibu, yang diberikan Allah karena tanggung jawab reproduksi.
“Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah dan bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali”. (QS. Luqman{31}:14).  [3]
Islam dalam kajian fiqh, selalu diawali dengan pembahasan thoharoh (bersuci). Ini menunjukkan kesucian atau kebersihan merupakan sesuatu yang paling diutamakan. Begitu juga kesucian dan kebersihan alat reproduksi baik laki-laki atau perempuan, merupakan sesuatu yang sangat penting untuk diperhatikan. Bagi laki-laki, kesucian dan kebersihan alat reproduksinya adalan dengan jalan dikhitan. Sedangkan bagi perempuan, kesucian dan kebersihan alat reproduksinya adalah dengan jalan diwajibkan dikala haid. Selain itu, kesucian dalam hubungan seksual juga diwajibkan dalam islam. Maka dari itu ada larangan untuk berbuat zina, karena hubungan seksual bebas (zina), secara kedokteran dapat menyebabkan penyakit/infeksi menular seksual, yang berujung rusaknya kesehatan reproduksi. Perbuatan zina juga akan mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti, aborsi. Sedangkan aborsi sendiri akan menimbulkan berbagai penyakit, diantaranya, kemandulan atau timbulnya berbagai macam penyakit kelamin salah satunya adalah AIDS. [4]

C.    Hak-Hak Reproduksi
Hak reproduksi adalah hak-hak atas tubuh kita dalam kaitannya dengan organ dan fungsi reproduksi (berketurunan), yaitu antara lain :
1.      Hak untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan masalah kesehatan reproduksi.
2.      Hak untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan termasuk kemudahan untuk mendapatkan akses kesehatan, keamanan, kerahasiaan, harga diri, kesinambungan pelayanan hak untuk berpendapat.
3.      Hgak untuk bebas berpikir dan menentukan pilihan, termasuk kebebasan dan penafsiran agama yang sempit, kepercayaan dan tradisi yang akan membatasi kebebasan berpikir dan membuat pilihan untuk menjada kesehatan reproduksi.
4.      Hak untuk membuat keputusan terkait kesehatan reproduksi, termasuk kapan kita akan menikah dan keputusan untuk hamil dan memiliki anak.
5.      Hak untuk hidup, termasuk hak untuk bebas dari resiko kematian karena melahirkan dan kekurangan gizi saat mengandung.
6.      Hak atas kebebasan dan rasa aman, termasuk menikmati dan mengatur kehidupan reproduksinya, serta bebas dari paksaan dan tekanan untuk hamil, menjalani strelisasi dan aborsi.
7.      Hak untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk, termasuk untuk hak dilindungi dari exploitasi, penganiayaan, kekerasan, penyiksaan, pemerkosaan dan pelecehan seksual.
8.      Hak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan, termasuk pengakuan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi dengan teknologi yang aman.
9.      Hak atas kerahasiaan yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan menghormati kerahasiaan individu.
10.  Hak untuk memilih bentuk keluarga termasuk hak untuk menentukan kapan ia merencanakan untuk berkeluarga, memilih pasangan, dan menentukan jumlah ayat.
11.  Hak atas kebebasan berkumpul dan partisipasi dalam politik, termasuk hak untuk berpendapat dan mendesak pemerintah agar menempatkan masalah hak dan kesetaraan reproduksi sebagai prioritas dalam kebijakkan politik.
12.  Hak atas kesetaraan dan bebas dari bentuk diskriminasi.[5]

D.    Kesetaraan dan Keadilan Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Dalam berkeluarga juga harus diperhatikan kesehatan gendernya, dimana harus ada keadilan antara keduanya baik laki-laki (sebagai suami) maupun perempuan (sebagai istri). Disebutkan bahwa kesetaraan dan keadilan gender dalam kesehatan reproduksi antara lain:
1)      Suami dan istri mencari informasi tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi pada tempat pelayanan kesehatan dan petugas yang berwenang.
2)      Suami dan istri saling membantu dalam memenuhi kesehatan seluruh anggota keluarga. Komunikasikan masalah dengan suami, berbagai perubahan maupun gangguan fisik psikis sosial yang dirasakan perlu diketahui suami. Pengertian, penerimaan dukungan dari suami sangat besar artinya bagi wanita yang mengalami meopause, sehingga ketegangan yang muncul dapat dicegah. Lebih baik bila keterbukaan ini juga ditumbuhkan dalam keluarga secara keseluruhan.
3)      Saumi dan istri secara bersama bertanggung jawab dalam menghindari diri dari penyakit infeksi menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.
4)      Suami dan istri perlu memeriksakan kesehatan reproduksinya pada kasus infertilisasi sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya dengan tepat.
5)      Suami dan istri perlu mengetahui usia terbaik bagi perempuan untuk hamil dan melahirkan.
6)      Suami dan istri perlu mengetahui tanda-tanda kehamilan yang aman serta kehamilan yang beresiko.
7)      Suami dan istri mengetahui dengan benar tentang tanda-tanda bahaya kehamilan yang berdampak pada ibu dan dan janin.
8)      Suami dan istri memperhatikan gizi yang baik untuk janin.
 Dari penjelasan tersebut, maka diharapkan dalam suatu keluarga memnghasilkan keturunan yang baik, dan memperhatikan kesehatan reproduksi yang baik pula.[6]










BAB III
PENUTUP
I.          KESIMPULAN
Kesehatan reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita secara sempit dengan mengkaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi dimana seluruh tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi.
II.       KRITIK dan SARAN
Demikiana makalah ini kami buat tentang “kesehatan reproduksi”, kami menyadari dalam penulisan makalah jauh dari kesempurnaan, kami mengaharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalh kami selanjutnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.



[1] Jauharotul Farida, Perempuan dan Kesehatan Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm. 34.
[2] Jauharotul Farida, Perempuan dan Kesehatan Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm. 34-40.

[3] Aliah B.Purwakaniyah Hasan, Pengantar Psikologi Kesehatan Islami,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008)hlm.573
[4]Jauharotul Farida, Perempuan dan Kesehatan Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm.  43-45
[5] Nur Khayati Aidah, Modul Pendidikan Kesehatan Reproduksi Untuk Remaja di Komunitas Muslim, (Jakarta: Rahimma, 2014), hlm.42-44
[6]Syafiq Hasyim, Manakart Harga Perempuan,(Bandung : Mizab 1999),hlm.116-117

Tidak ada komentar:

Posting Komentar