Jumat, 19 Mei 2017

CONTOH LAPORAN POPULASI KHUSUS KONSELING LINTAS BUDAYA



       I.            Populasi Khusus di RSJD Dr. Amino Gondohutomo
A.    Latar Belakang
Psikologi klinis merupakan cabang dari ilmu psikologi yang bertujuan dan berupaya guna meningkatkan pemahaman manusia akan prinsip dan fungsi psikologis yang dialami oleh manusia, seperti masalah yang berkaitan dengan kesehatan jiwa. Individu dikatakan mengalami suatu masalah dalam dirinya apabila masalah tersebut dapat mengganggu dirinya sendiri, mengganggu orang lain, bahkan mengganggu dirinya sendiri sekaligus orang lain.
Seorang dengan gangguan jiwa akan terganggu pula kepribadiannya. Mereka kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada di sekitarnya serta tidak sanggup memahami permasalahan yang menimpa dirinya.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Godohutomo Semarang merupakan pusat pembinaan dan pelayanan kesehatan jiwa unggulan di kawasan Indonesia dengan standar pelayanan rumah sakit dan standar profesi dengan mengoptimalkan peran atau potensi masyarakat sehingga mampu mengatasi tantangan jaman. Adapun tugas dari RSJ ini adalah menyediakan pelayanan kesehatan jiwa yang efektif dan modern bagi semua orang yang mengalami gangguan jiwa dengan tenaga ahli yang professional dalam bidangnya masing-masing. Tujuan utama dari rumah sakit jiwa ini adalah membantu penderita agar dapat kembali kemasyarakat, pengupayaan, pencegahan, dan penanggulangan masalah psikososial.
Menurut Zaki Drajat, seorang yang diserang penyakit jiwa (psychosis) kepribadiannya terganggu dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemnya. Seringkali orang sakit jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya Ia menganggap dirinya normal saja, bahkan lebih baik, lebih unggul dan lebih penting dari orang lain.
B.     Identitas Klien
1.      Nama : SL
2.      TTL : Pati, 01 Juli 1984
3.      Alamat : Morgorejo, Pati
4.      Status : lajang
5.      Pekerjaan : Wirausahawan
C.     Metode Konseling
Dengan menggunakan wawancara
D.    Masalah-masalah
1.        Suka marah-marah
2.        Obesitas
E.     Hasil Konseling
Ko : selamat pagi bapak,, bagaimana kabarnya?
Kl : sehat mbak..
Ko : nama bapak siapa ya?
Kl : SL (disamarkan)
Ko : sudah berapa hari pak disini?
Kl : 16 hari
Ko : yang membawa bapak kesini siapa pak?
Kl : adek sama bapak saya
Ko : bapak kenapa dibawa kesini yaa?
Kl : saya suka marah-marah gitu mbak
Ko : marah-marah yang bagaimana ya pak?
Kl : yaa contohnya kalau mobil apa motor belum di cuci, kalau enggak masalah kunci motor atau mobil
Ko : lhoo emang yang biasanya mencuci motor atau mobil bapak siapa?
Kl : adek kalau enggak bapak saya.
Ko : lhoo? Kenapa bapak enggak nyuci sendiri aja?
Kl : saya gendut mbak sekarang, buat jongkok aja susah. Ntar malah enggak bersih mobil saya.
Ko : sebelumnya bapak kurus atau gimana?
Kl : berat badan saya dulu hanya 70 kg ya mbak, tetapi semenjak dirawat disini tahun 2006 berat saya bertambah, sekarang menjadi 117 kg, pokonya ya mbak semenjak saya mengkonsumsi obat dari RSJ ini makan saya jadi banyak banget.
Ko : mungkin dosis yang diberikan bapak terlalu besar..
Kl : iya sepertinya mbak..
Ko : apa bapak sudah mencoba bertanya kepada dokter mengenai obesitas yang sekarang bapak alami?
Kl : sudah mbak. Saya sudah bertanya kepada Dr. (..) tapi dokter hanya bilang ini karena saya nya aja yang lagi pengen makan.
Ko : selain nafsu makan yang bertambah apa ada keluhan lain pak dari efek obat yang bapak konsumsi?
Kl : ada mbak,, saya jadi suka tidur, setelah minum itu pasti ngantuk berat. Saya pernah nih mbak setelah minum obat tidur dari jam 11 siang sampai jam 11 siang besoknya baru bangun mbak..
Ko : selain itu apa ada lagi pak?
Kl : dada saya jadi sesak mbak, sesak nafasnya gitu mbak kalau setelah minum obat.
Ko : waah banyak sekali ya pak,, coba bapak ke bagian depan, didekat ruang Informasi dan Humas itu ada kotak keluhan, coba bapak menuliskan keluhan bapak disitu ya, mungkin saja nanti ada respon
Kl : iya mbak, saya akan mencoba.
Ko : bapak kalau dirumah juga minum obat?
Kl : iya mbak, malah lebih banyak. Yang biasanya disini saya Cuma minum satu tablet, kalau dirumah jadi 2 mbak.
Ko : itu memang resep dari dokternya seperti itu pak?
Kl : iya mbak, katanya biar saya enggak sering marah-marah mbak..
Ko : oh iya pak, tadi bapak sempet bilang bapak dirawat disini semenjak tahun 2006, dulu bapak dibawa kesini juga karena marah-marah pak?
Kl : enggak mbak, karena amnesia, saya dulu mengalami kecelakaan motor-truk, sampai akhirnya seperti ini mbak (menunjukan bekas luka dikaki), semenjak saya amnesia itu saya jadi suka marah-marah. Dan karena keluarga saya takut akhirnya saya dibawa kesini.
Ko : tapi sekarang ingatan bapak sudah kembali?
Kl : sudah mbak, semenjak tahun 2010 ingatan saya sudah kembali mbak. Saya sudah pernah dirawat disini sudah 4x sama ini mbak..
Ko : banyak juga ya pak,, itu semua punya penyebab yang sama pak?
Kl : tidak mbak, yang pertama sama kedua karena amnesia. Nah yang ketiga sama empat karena marah-marah.
Ko : kalau bapak ingin marah coba aja deeh bapak duduk, kalau enggak sanggup bapak tidur, kalau masih enggak sanggup lagi bapak coba solat. Dan perbanyak istighfar pak..
Kl : iya mbak, saya akan mencoba. Saya aja sekarang jarang-jarang solat ko mbak
Ko : kenapa mbak?
Kl : enggak papa mbak.
Ko : yasudah mulai dicoba buat rajin solat sama perbanyak istighfar ya pak, semoga bisa membantu.
Kl : aminn mbak, semoga ya mbak (sambil tersenyum)

    II.            Populasi yang berlainan budaya
A.    Latar Belakang
Konseling merupakan salah satu cara untuk membantu mengatasi keragaman konflik dan hambatan yang dialami individu untuk memenuhi kebutuhannya. Hubungan yang diciptakan dalam konseling adalah hubungan yang membantu (helping relationship) yang bertujuan untuk menumbuhkan motivasi yang dapat mengembangkan dan membantu individu untuk mengembangkan potensinya, membantu individu agar menjadi orang yang lebih fungsional, mencapai integritas diri dan akulturasi diri.
Budaya merupakan suatu asset dari sikap, perilaku dan symbol-simbol yang dimiliki oleh manusia dan biasanya dikomunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya, budaya tersebut diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya tak pernah lepas dari kelompok individu tetapi merupakan kekhasan yang membedakan kelompok satu dengan kelompok yang lain.
Konseling lintas budaya adalah suatu hubungan konseling dalam mana dua peserta atau lebih, berbeda dalam latar belakan budaya, nilai-nilai dan gaya hidup. Konseling lintas budaya akan terjadi pada konselor dank lien yang mempnyai perbedaan. Kita tahu bahwa antara konselor dank lien pasti mempunyai perbedaan yang sangat mendasar. Perbedaan budaya itu bisa mengenai nilai-nilai, keyakinan, perilaku dsb. Perbedaan ini muncul karena antara konselor dank lien berasal dari budaya yang berbeda. Agar berjalan efektif maka konselor diuntut untuk memilki kepekaan budaya dan melepaskan diri dari bias-bias budaya , mengerti dan dapat mengapresiasi diversitas budaya, dan memiliki keterampilan yang responsive seceara cultural.
Bahasa adalah kemampuan yang dimiliki manusia untuk berkomunikasi dengan manusia lainnya menggunakan tanda, kata ataupun gerak.
B.     Identitas Klien
1.        Nama : AB
2.        Asal : Jawa Barat
3.        Pekerjaan : Mahasiswa
C.     Metode Konseling
Dengan menggunakan pengamatan dan pengalaman langsung.
D.    Hasil Konseling
Kl : Assalammualaikum mbak
Ko : Waalaikumsalam, bagaimana kabarnya mbak?
Kl : Alhamdulillah mbak baik.. mbak, saya itu ada sedikit problem yaa mbak dengan teman saya.
Ko : emang problem apa yang mbak rasakan?
Kl : saya itu agak kurang suka dengan sikap teman saya yang suka seenaknya sendiri.
Ko : emang sikap yang seperti apa contohnya mbak?
Kl : dia itu suka seenaknya sendiri mbak, seperti pergi gak pamit jadikan saya kebingungan mencarinya, dia juga anaknya agak berantakan yaa mbak, dia suka menaruh barang-barangnya itu seenaknya mbak gak sesuai pada tempatnya
Ko : apakah mbak sudah mencoba untuk berbicara dengan teman mbak itu?
Kl : saya belum berani berbicara mbak, lagian juga saya belum terlalu mengenal teman saya, saya baru mengenalnya sekitar 6 bulan yang lalu mbak..
Ko : sebaiknya mbak mencoba berbicara dengan teman mbak tersebut, berbicaralah ketika suasana hatinya sedang bagus, dan berbicaralah saat sedang bercanda agar suasananya tidak terlalu kaku.
Kl : tapi bagaimana mbak apabila teman saya itu nantinya malah marah kepada saya?
Ko : coba saja dulu mbak, bagaimana mbak akan tahu jawabannya apabila mbak belum mencoba. Sekalipun teman mbak marah, seenggaknya mbak sudah mencoba mengeluarkan unek-unek dalam hati mbak, dan kalau mbak tidak mencoba untuk berbicara kepada teman mbak, maka mbak akan merasakan hal seperti itu terus.
Kl : yasudah mbak nanti saya mencoba untuk berbicara baik-baik dengan dia. Saya itu juga kadang susah dalam memahami bahasa yang dia gunakan.
Ko : memangnya teman mbak asalnya dari mana?
Kl : dari Madura mbak, dia juga sering menggunakan nada tinggi mbak dalam berdialog dengan saya.
Ko : kalau bahasa sih memang berbeda-beda ya mbak, mungkin mbak bisa dengan mencoba menanyakan kata-kata yang mbak kurang fahami, ataupun mbak sepakat dengan teman mbak agar menggunakan bahasa Indonesia dalam berdialog. Atau lebih bagus lagi kalau mbak mau belajar berbahasa sunda dengan teman mbak. Kalau masalah tinggi nada, orang Madura kan kalau berbicara seperti itu mbak, mbak ingat, jangan pernah mbak berharap seseorang itu menjadi apa yang mbak inginkan, tapi cobalah mbak untuk sesekali mengerti mengenai orang tersebut.
Ko : yasudah mbak saya akan mencobanya, terimakasih mbk..
Kl : iya mbak sama-sama, semoga masalah mbak cepat terselesaikan
Ko : aminn mbak

 III.            Budaya yang dibahas pada waktu presentasi
A.    Sedikit mengenai lopisan atau krapyakan
Kota Pekalongan kaya dengan acara Budaya Tradisional. Tradisi ini tetap terpelihara secara turun temurun dalam kurun waktu yang panjang. Para wisatawan yang kebetulan berkunjung bertepatan dengan penyelenggaraan acara-acara tradisional ini, bisa ikut menyaksikan jalannya upacara yang cukup menarik dan unik. Beberapa acara tradisi ini diantaranya adalah SYAWALAN / KRAPYAKAN ( Lopis Raksasa ). Syawalan merupakan tradisi masyarakat Kota Pekalongan khususnya masyarakat Daerah Krapyak di bagian utara Kota Pekalongan, yang dilaksanakan pada setiap hari ketujuh sesudah Hari Raya Idul Fitri. Hal paling menarik dalam pelaksanaan tradisi ini adalah dibuatnya Lopis Raksasa yang ukurannya mencapai tinggi 2 meter diameter 1,5 meter dan berat mencapai 500 Kg. Setelah acara do’a bersama, Lopis Raksasa kemudian dipotong oleh Walikota Pekalongan dan dibagi-bagikan kepada para pengunjung. Para pengunjung biasanya berebut untuk mendapatkan Lopis tersebut yang maksudnya untuk mendapat berkah. Dan mereka percaya bahwa dengan makan lopis dapat menyembuhkan beragam penyakit.
Pembuatan Lopis dimaksudkan untuk mempererat tali silahturahmi antar masyarakat Krapyak dan dengan masyarakat daerah sekitarnya, hal ini diidentikkan dengan sifat Lopis yang lengket atau merekatkan. Masyarakat Krapyak juga biasanya menyediakan makanan ringan dan minuman secara gratis kepada para pengunjung. Jumlah pengunjung pada tradisi ini mencapai ribuan orang yang berasal dari seluruh Kota Pekalongan dan sekitarnya.

B.     Permasalahan :
Kepercayaan yang dianut masyarakat, dengan makan lopis dapat menyembuhkan beragam penyakit.

C.     Solusi pemecahan masalah
Sebagai seorang konselor kita harus bisa mengubah persepsi masyarakat yang mengatakan bahwa dengan makan lopis dapat menyembuhkan beragam penyakit, karena persepsi itu akan mengarah kepada kemusyrikan. Yaitu dengan cara memeatikan persepsi itu dengan persepsi yang lain. Memang pernah ada studi kasus mengenai bisa sembuh penyakit dengan makan lopis, tapi itu lalu tidak seharusnya dianggap mentah-mentah oleh mayarakat mengenai hal itu. Semua penyakit atau apapun datang dan perginya itu dari Allah, jadi lopis itu hanya perantara penyembuhan penyakit, bukan yang menyembuhkan penyakit.

TERAPI REALITAS



I.     PENDAHULUAN
Terapi realitas bertumpu pada ide sentral bahwa kita memilih sendiri perilaku kita dan oleh karenanya bertanggung jawab tidak hanya atas apa yang kita lakukan tetapi juga atas bagaimana kita berpikir dan merasakan. Falsafah dasar dari terapi realitas juga dimiliki oleh pendekatan eksistensial dan terapi rasional-emotif. Arah sasaran umum dari sitem terapeutiknya adalah menyediakan suatu kondisi yang akan menolong klien untuk bisa mengembangkan kekuatan psikologis untuk mengevaluasi perilakunya sekarang dan, apabila tidak memenuhi apa yang dibutuhkan, untuk bisa mendapatkan perilaku yang lebih efektif. Proses belajar berperilaku efektif ini mendapatkan fasilitas dengan diaplikasikannya prinsip dasar dari terapi realitas, yang diantaranya mencakup lingkungan konseling yang hangat, bisa menerima serta berbagai prosedur konseling.
Terapi realitas adalah sebuah metode konseling dan psikoterapi perilaku kognitif yang sangat berfokus dan interaktif, dan merupakan salah satu yang telah diterapkan dengan sukses dalam berbagai lingkup.
Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis ini berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan  dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental. Glasser mengembangkan terapi realitas dari keyakinannya bahwa psikiatri konvensional sebagian besar berlandaskan asumsi-asumsi yang keliru. Terapi realitas, yang menguraikan prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang dalam mencapai suatu “identitas keberhasilan”, dapat diterapkan pada psikoterapi, konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, dan perkembangan masyarakat.

II.  RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana biografi William Glasser?
B.     Apa saja teori dan konsep dasar  dalam teori realitas?
C.     Apakah  ciri-ciri dari terapi realitas?
D.    Apa tujuan dari terapi realitas?
E.     Bagaimana fungsi dan peranan bagi terapis?
F.       Bagaimana kelebihan dan kekurangan dari terapi realitas?
G.    Bagaimanakah teknik dan prosedur terapi realitas?
III.   PEMBAHASAN
A.    Biografi William Glasser
William Glasser lahir tahun 1925 mendapatkan pendidikannya di Cleveland dan menyelesaikan sekolah dokter di Case Western Reserve University pada tahun  1953. Dia menjadi insinyur kimia pada usia 19 tahun dan dokter pada usia 25 tahun. Ia kemudian mengikuti latihan psikiatri pada Veterans Administration Center (Pusat Administrasi Veteran) di Los Angeles Barat pada tahun 1957, dan menggondol sertifikat pada tahun 1961. Selama masa latihannya dia makin menjadi sadar bahwa ada perbedaan besar antara apa yang diajarkan kepadanya untuk dilakukan (mengikuti model Freud) dengan yang olehnya diperkirakan bisa dikerjakan. Perbedaannya terpusat pada dua titik penting : (1) daripada sikap menjauhkan diri dan terpisah, dia berpendapat bahwa hasil akhir yang baik nampaknya akan bisa dicapai dengan keterlibatan yang hangat didasari oleh minat pribadi dan suatu pengungkapan diri dan (2) dari pada menjadi korban dari impulsnya sendiri atau yang berasal dari luar dirinya, menurut pendapatnya yang sebenarnya terjadi adalah bahwa klien nampaknya memilih apa yang mereka lakukan untuk kehidupannya; mereka tidak pernah menjadi korban seumur hidup kecuali memang ia memilih untuk menjadi seperti itu. Glasser enggan untuk mengutarakan ketidakpuasannya terhadap teori psikoanalitik sampai dia berjumpa dengan G.L. Harrington, yang dianggapnya memberikan andilnya yang besar dengan memberikan sumbangannya atas terciptanya ide-ide yang dibuatnya.
Pada tahun 1956 Glasser menjabat sebagi psikiatris pembimbing pada Sekolah Puteri di Ventura, sebuah sekolah untuk perawatan anak nakal milik negara bagian California. Pengalaman ini lebih menebalkan lagi keyakinannya berapa tek nik dan konsep psikoaalitik itu tidak banyak manfaatnya, oleh karenanya ia mulai mengembangkan dan bereksperimen dengan pendekatan terapeutik yang berbeda, yang pada banyak seginya sangat berlawanan dengan psikoanalisis gaya Freud. Pada tahun 1961 Glasser menerbitkan bukunya yang pertama, Mental Health or Mental ilness? (Kesehatan Mentsl atau Sakitnya Mental?) yang memberi landasan pada terapi realitas.




B.     Konsep Dasar Terapi Realitas
Teori yang mendasari terapi realitas, disebut “teori pilihan”. Teori pilihan merupakan salah satu teori yang menjelaskan tidak hanya kirta berfungsi sebagai individu, secara psikologis dan fisiologis namun juga bagaimana kita berfungsi sebagai kelompok dan bahkan masyarakat. Dalam teori pilihan menegaskan bahwa pengendalian mengacu pada perasaan ‘control batin’ seseorang dan bahwa kebanyakan perilaku kita termotivasi secara internal.
Karena pada dasarnya motivasi dan perilaku manusia dihasilkan atau dipilih sebagai upaya untuk memenuhi satu atau lebih dari lima kebutuhan universal. Dari sini kita dapat merumuskan lima prinsip utama teori pilihan, antara lain:[1]
1.    Kebutuhan-kebutuhan dasar kita, karena motivasi dan perilaku manusia dirancang untuk memenuhi satu atau lebih dari lima kebutuhan dasar yang dibangun dalam susunan genetis kita yaitu : kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, kebutuhan untuk merasa mampu dan berprestasi, kebutuhan untuk memperoleh kesenangan, kebutuhan untuk memperoleh kebebasan dan kemandirian, kebutuhan untuk hidup.
2.    Dunia berkualitas, kita bangun dengan cara mengisinya dengan gambar-gambar, simbol-simbol orang, tempat, benda, keyakinan, ide, nilai yang penting atau spesial dan memiliki kualitas untuk kita. Yang dimaksudkan disini adalah berisi keinginan-keinginan atau hasrat-hasrat spesifik dan unik mengenai bagaimana kita sangat ingin memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita.
3.    Frustasi
4.    Perilaku total
5.    Persepsi dan realitas terkini, bagaimana orang-orang mempersepsikan diri, tentu saja membentuk realitas mereka mengenal dunia dan diri mereka pada titik tertentu. Memahami persepsi klien mengenai realitas terkini dan mebantunya mengevaluasi kembali persepsi tersebut dipahami oleh terapis realitas sebagai aspek yang sangat penting dalam proses konseling.

C.     Ciri-ciri Terapi Realitas
Dalam menentukan terapi realitas, sekurang-kurangnya ada delapan ciri untuk menentukan, yaitu:
1.      Terapi realitas menolak konsep ten tang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidakbertanggungjawaban.
2.      Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan dan sikap-sikap itu tidak penting, tetapi realitas menekankan kesadaran atas tingkah-laku sekarang. Terapi realitas juga tidak bergantung pada pemahaman untuk mengubah sikap-sikap, tetapi menekankan bahwa perubahan sikap mengikuti perubahan tingkah laku.
3.      Terapi realitas berfokus pada saat sekarang, bukan kepada masa lampau. Karena masa lampau seseorang itu telah tetap dan tidak bisa diubah, maka yang bisa diubah hanyalah saat sekarang dan masa yang akan datang.
4.      Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Ia menempatkan pokok kepentingan pada peran klien dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan yang dialaminya. Jika klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan memperoleh apa yang mereka inginkan dan bahwa tingkah laku mereka merusak diri, maka ada kemungkinan yang nyata untuk terjadinya perubahan positif, semata-mata karena mereka menetapkan bahwa alternatif-alternatif bisa lebih baik daripada gaya mereka sekarang yang tidak realistis.
5.      Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara beradanya yang sejati, tyakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak memainkan peran sebaga ayah atau ibu klien.
6.      Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek ketidaksadaran. Terapi realitas menekankan kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia bisa terlihat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis.
7.      Glasser mengingatkan bahwa pemberian hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapeutik. Glasser menganjurkan untuk membiarkan klien mengalami konsekuensi-konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.
8.      Terapi realitas menekankan tanggung jawab, yang oleh Glasser didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”.

D.    Tujuan Terapi Realitas
Tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan internal. Kematangan ini menyiratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-tujuan mereka. Terapi realitas membantu orang-orang dalam menentukan dan memperjelas tujuan-tujuan mereka. Selanjutnya, ia membantu mereka dalam menjelaskan cara-cara mereka menghambat kemajuan ke arah tujuan-tujuan yang ditentukan oleh mereka sendiri.

E.     Fungsi dan Peranan Terapis
Tugas dasar terapis adalah melibatkan diri dengan klien dan membuatnya menghadapi kenyataan. Glasser (1965) merasa bahwa, ketika terapis menghadapi para klien, dia memaksa mereka itu untuk memutuskan apakah mereka akan atau tidak akan menempuh “jalan yang bertanggung jawab”. Terapis tidak membuat pertimbangan-pertimbangan nilai dan putusan-putusan bagi para klien, sebab tindakan demikian akan menyingkirkan tanggung jawab yang mereka miliki. Tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri.
Konselor juga mengajar klien bagaimana caranya mereka bisa menciptakan identitas sukses dengan jalan mengenali dan menerima tanggung jawab atas pilihan perilaku mereka sendiri (Glasser, 1986c). Peranan ini menuntut konselor untuk melakukan beberapa fungsi :
1.    Menyediakan sebuah model dari perilaku bertanggung jawab dan model dari hidup yang didasarkan pada identitas sukses
2.    Menciptakan iklim saling mempercayai yang didasarkan pada saling memperdulikan dan respek
3.    Memfokuskan pada kekuatan dan potensi individual yang bisa membawa ke sukses
4.    Secara aktif mempromosikan diskusi tentang perilaku klien sekarang dan tidak membiarkan dalih-dalih mengapa sampai dilakukan perilaku tidak bertanggung jawab dan tidak efektif
5.    Memperkenalkan dan mendorong proses evaluasi secara realistis keinginan yang bisa dipenuhi
6.    Mengajar klien memformulasikan dan melaksanakan rencana untuk mengubah perilaku mereka
7.    Menegakkan struktur dan batas-batas suatu sesi
8.    Menolong klien menemukan jalan untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka dan menolak untuk menyerah begitu saja, bahkan pada saat klien menjadi kehilangan semangat[2]

F.      Kelebihan dan Kekurangan dari Terapi Realitas
1.      Kelebihan
a.       Jangka waktu terapi relatif pendek
b.      Klien diharuskan dapat mengevaluasi tingkah lakunya sendiri
c.       Pemahaman dan kesadaran tidak cukup, tetapi klien ditunutut untuk melakukan tindakan atas komitmen yang telah ia buat

2.      Kekurangan
a.       Tidak memperhatikan dinamika alam bawah sadar manusia
b.      Di satu sisi terapi ini juga memandang peristiwa masa lalu sebagai penyebab dari peristiwa sekarang

G.    Teknik dan Prosedur Terapi Realitas
Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan dalam hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, terapis bisa menggunakan beberapa teknik sebagai berikut:
1.      Terlibat dalam permainan peran dengan klien
2.      Menggunakan humor
3.      Mengonfrontasikan klien dan menolak dalih apapun
4.      Membantu klien dalam merumuskan rencana-rencana yang spesifik bagi tindakan
5.      Bertindak sebagai model dan guru
6.      Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi
7.      Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis
8.      Melibatkan diri dengan klien dalam upayanya mencari kehidupan yang lebih efektif
Contoh penerapan : Terapi realitas memiliki implikasi-implikasi langsung bagi situasi-situasi sekolah; Mawar (bukan nama yang sebenarnya) adalah seorang siswa SMA swasta di Jogja kelas 3 yang sebentar lagi akan menghadapi UN. Seperti siswa pada umumnya, Mawar pun menginginkan lulus dengan nilai terbaik dan diterima di Perguruan Tinggi Negeri. Namun perilaku Mawar tidak menunjukkan adanya usaha untuk meraih itu semua. Ia pun sering mengikuti les yang diadakan disekolahnya dan sering keluar pada jam mata pelajaran ketika seorang guru BK menanyai persiapannya untuk menghadapi UN tidak perlu persiapan, asalkan kita punya relasi dengan siswa lain. Dengan relasi ini kita bisa saling bertukar jawaban.  



[1]Stephen Palmer, Konseling dan Psikoterapi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hal 525
[2]Gerald Corey, Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi, California: Pacific Grove, hal 529