Bab I
Pendahuluan
I.
Latar
Belakang
Di
Indonesia, banyak perempuan tidak mendapatkan kesempatan yang sama dengan
laki-laki dalam menjaga kesehatan mereka. Kondisi ini terjadi terutama karena
adanya perlakuan tidak adil dan tidak setara antara mereka (ketidakadilan dan
kesetaraan gender) dalam pelayanan kesehatan. Selain itu, program-program
kesehatan belum sepenuhnya mempertimbangkan adanya isu tersebut. Saat ini,
tenaga kesehatan makin sadar tentang pentingnya mempertimbangkan isu gender
dalam pemberian pelayanan kesehatan. Terutama untuk mengurangi kemungkinan
ketidakadilan dan kesetaraan peran dan tanggung jawab dalam lingkungan tempat
mereka bekerja. Maka dari itu, makalah ini dibuat untuk membahas hubungan
antara kesehatan reproduksi dan gender.
II.
Rumusan
Masalah
A.
Apa Pengertian Kesehatan Reproduksi?
B.
Apa saja Masalah dalam Kesehatan
Reproduksi?
C.
Apa Saja Hak dalam Bereproduksi ?
D.
Bagaimana Kesetaraan dan Keadilan Gender
dalam Kesehatan Reproduksi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kesehatan Reproduksi
Kesehatan
adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis (UU No. 23 Tahun 1992).
Definisi
ini sesuai dengan WHO, kesehatan tidak hanya berkaitan dengan kesehatan fisik,
tetapi juga kesehatan mental dan sosial, ditambahkan lagi (sejak deklarasi Alma
Ata-WHO dan UNICEF) dengan syarat baru, yaitu: sehingga setiap orang akan mampu
hidup produktif, baik secara ekonomis maupun sosial.
Kesehatan
reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan
reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita secara
sempit dengan mengkaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang
telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program
kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi dimana seluruh
tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi.[1]
B. Masalah dalam Kesehatan Reproduksi
Secara
tematik, ada lima kelompok masalah yang diperhatikan dalam kesehatan
reproduksi, yaitu kesehatan reproduksi itu sendiri, keluarga berencana, PMS,
dan pencegahan HIV/AIDS, seksualitas hubungan manusia dan gender, serta remaja.
Kesehatan reproduksi mrepukana hak baik laki-laki maupun perempuan. Dalam
kenyatannya tidak semua manusia mengetahui apa itu kesehatan reproduksi dan
bagaimana hak serta kewajiban yang harus dipenuhi terhadap pihak lain (lawan
jenisnya) ataupun hak-haknya yang harus dipenuhi oleh pihak lain. (Tosepu,
2009).
Perempuan
sebagai manusia yang memiliki anatomi tubuh (organ reproduksi) berbeda dengan
laki-laki yang memiliki struktur, sifat dan karakter yang berbeda dengan organ
reproduksi laki-laki. Hal ini harus dimengerti oleh laki-laki terutama oleh
perempuan itu sendiri sebagai pemiliknya. Namun demikian, belum tentu semua
perempuan memahami dan mengerti akan hal tersebut. Apalagi sampai kepada hak
dan kewajiban yang terkait dengan seksualitasnya.
Berfungsinya
sistem reproduksi wanita dipengaruhi oleh aspek-aspek dan proses-proses yang
terkait pada setiap tahap dalam lingkungan hidup. Masa kanak-kanak, remaja
pra-nikah, reproduktif baik menikah maupun lajang, dan menopause akan dilalui
oleh setiap perempuan, dan masa-masa tersebut akan terjadi perubahan dalam
sistem reproduksinya. Menurut WHO, agar dapat melaksanakan fungsi reproduksi
dengan baik dan sehat, dalam pengertian fisik, mental maupun sosial diperlukan
beberapa syarat, yakni:
1. Tidak
ada kelainan anatomis dan fisiologis baik pada perempuan maupun laki-laki.
Antara lain perempuan harus memiliki rongga pinggul yang cukup besar untuk
mempermudah kelahiran bayinya kelak.
2. Baik
laiki-laki maupun perempuan memerlukan landasan psikis yang memadai agar
perkembangan emosinya berlangsung dengan
baik. Hal ini harus dimulai sejak anak-anak, bahkan sejak bayi.
3. Setiap
orang hendaknya terbebas dari kelainan atau penyakit yang baik langsung atau
tidak langsung mengenai organ reproduksinya. Setiap kelainan atau penyakit pada
organ reproduksi, akan dapat pula mengganggu kemampuan seseorang dalam
menjalankan tugas reproduksinya.
Termasuk disini adalah penyakit yang
ditulatrkan melalui hubungan seksual, misalnya: AIDS dan Hepatitis B, infeksi
lain pada organ reproduksi, infeksi lain yang mempengaruhi perkembangan janin,
dll.
4. Seorang
perempuan yang sedang hamil memerlukan jaminan bahwa ia akan dapat melewati
masa tersebut dengan aman. Kehamilan bukanlah penyakit atau kelainan kehamilan
adalah sebuah proses fisiologis. Meskipun demikian, kehamilan dapat pula
mencelakai kesehatan perempuan, entah itu pendarahan, tekanan darah tinggi,
bahkan sampai kematian.
a. Ruang
lingkup masalah kesehatan reproduksi
Isu-isu
yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi kadang merupakan isu yang pelik dan
sensitif, seperti hak-hak reproduksi, kesehatan seksual, penyakit menular
seksual termasuk HIV-AIDS, dll. Dalam wawasan pengembangan kemanusiaan.
Merumuskan pelayanan kesehatan reproduksi sangat penting, mengingat dampaknya
juga terasa pada kualitas hidup generasi berikutnya. Sejauh mana seseorang
dapat menjalankan fungsi dan proses reproduksinya secara aman dan sehat
sesungguhnya tercermin dari kondisi kesehatan selama siklus kehidupannya, mulai
dari saat konsepsi, masa anak, remaja, dewasa, hingga masa pasca usia reproduksi.
Menurut
program kerja WHO ke IX (1996-2001), masalah kesehatan reproduksi ditinjau dari
pendekatan siklus kehidupan keluarga, meliputi:
1) Praktek
tradisional yang berakibat buruk semasa anak-anak (seperti: kekerasan,
diskriminasi anak, dsb).
2) Masalah
kesehatan reproduksi remaja (kemungkinan besar dimulai sejak masa kanak-kanak
yang sering kali muncul dalam bentuk kehamilan remaja, kekerasan dan pelecehan
seksualitas, dll).
3) Moralitas
dan morbiditas ibu dan anak (sebagai kesatuan) selama kehamilan, persalinan dan
masa nifas, yang diikuti dengan malnutrisi, anemia, berat bayi lahir yang
rendah.
4) Infeksi
saluran reproduksi, yang berkaitan dengan penyakit menular seksual.
5) Sindrom
pre dan post menopause dan peningkatan resiko kanker organ reproduksi.
6) Kekurangan
hormon yang menyebabkan osteoporosis dan masalah ketuaan lainnya.[2]
b. Kesehatan
reproduksi dalam tinjauan islam
Al-Qur’an dan Hadits banyak membahas masalah tentang
kesehatan reproduksi. Dalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa Allah sangat menghargai
kesulitan dan penderitaan ibu ketika melahirkan. Allah memberikan kewajiban
kepada manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya terutama ibu, yang
diberikan Allah karena tanggung jawab reproduksi.
“Kami perintahkan kepada manusia berbuat baik kepada
kedua orang ibu bapaknya, ibunya telah mengandung anaknya dalam keadaan lemah
dan bertambah lemah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku
dan kepada kedua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku lah kamu kembali”. (QS.
Luqman{31}:14). [3]
Islam dalam kajian fiqh, selalu diawali dengan
pembahasan thoharoh (bersuci). Ini menunjukkan kesucian atau kebersihan
merupakan sesuatu yang paling diutamakan. Begitu juga kesucian dan kebersihan
alat reproduksi baik laki-laki atau perempuan, merupakan sesuatu yang sangat
penting untuk diperhatikan. Bagi laki-laki, kesucian dan kebersihan alat
reproduksinya adalan dengan jalan dikhitan. Sedangkan bagi perempuan, kesucian
dan kebersihan alat reproduksinya adalah dengan jalan diwajibkan dikala haid.
Selain itu, kesucian dalam hubungan seksual juga diwajibkan dalam islam. Maka
dari itu ada larangan untuk berbuat zina, karena hubungan seksual bebas (zina),
secara kedokteran dapat menyebabkan penyakit/infeksi menular seksual, yang
berujung rusaknya kesehatan reproduksi. Perbuatan zina juga akan mengakibatkan
hal-hal yang tidak diinginkan seperti, aborsi. Sedangkan aborsi sendiri akan menimbulkan
berbagai penyakit, diantaranya, kemandulan atau timbulnya berbagai macam
penyakit kelamin salah satunya adalah AIDS. [4]
C.
Hak-Hak
Reproduksi
Hak reproduksi adalah hak-hak atas tubuh kita dalam
kaitannya dengan organ dan fungsi reproduksi (berketurunan), yaitu antara lain
:
1. Hak
untuk mendapatkan informasi dan pendidikan yang berkaitan dengan masalah
kesehatan reproduksi.
2. Hak
untuk mendapatkan pelayanan dan perlindungan kesehatan termasuk kemudahan untuk
mendapatkan akses kesehatan, keamanan, kerahasiaan, harga diri, kesinambungan
pelayanan hak untuk berpendapat.
3. Hgak
untuk bebas berpikir dan menentukan pilihan, termasuk kebebasan dan penafsiran
agama yang sempit, kepercayaan dan tradisi yang akan membatasi kebebasan
berpikir dan membuat pilihan untuk menjada kesehatan reproduksi.
4. Hak
untuk membuat keputusan terkait kesehatan reproduksi, termasuk kapan kita akan
menikah dan keputusan untuk hamil dan memiliki anak.
5. Hak
untuk hidup, termasuk hak untuk bebas dari resiko kematian karena melahirkan
dan kekurangan gizi saat mengandung.
6. Hak
atas kebebasan dan rasa aman, termasuk menikmati dan mengatur kehidupan
reproduksinya, serta bebas dari paksaan dan tekanan untuk hamil, menjalani
strelisasi dan aborsi.
7. Hak
untuk bebas dari penganiayaan dan perlakuan buruk, termasuk untuk hak
dilindungi dari exploitasi, penganiayaan, kekerasan, penyiksaan, pemerkosaan
dan pelecehan seksual.
8. Hak
untuk mendapatkan manfaat dari hasil kemajuan ilmu pengetahuan, termasuk
pengakuan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan
reproduksi dengan teknologi yang aman.
9. Hak
atas kerahasiaan yaitu pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan menghormati
kerahasiaan individu.
10. Hak
untuk memilih bentuk keluarga termasuk hak untuk menentukan kapan ia
merencanakan untuk berkeluarga, memilih pasangan, dan menentukan jumlah ayat.
11. Hak
atas kebebasan berkumpul dan partisipasi dalam politik, termasuk hak untuk
berpendapat dan mendesak pemerintah agar menempatkan masalah hak dan kesetaraan
reproduksi sebagai prioritas dalam kebijakkan politik.
12. Hak
atas kesetaraan dan bebas dari bentuk diskriminasi.[5]
D.
Kesetaraan
dan Keadilan Gender dalam Kesehatan Reproduksi
Dalam
berkeluarga juga harus diperhatikan kesehatan gendernya, dimana harus ada
keadilan antara keduanya baik laki-laki (sebagai suami) maupun perempuan
(sebagai istri). Disebutkan bahwa kesetaraan dan keadilan gender dalam
kesehatan reproduksi antara lain:
1) Suami
dan istri mencari informasi tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi pada
tempat pelayanan kesehatan dan petugas yang berwenang.
2) Suami
dan istri saling membantu dalam memenuhi kesehatan seluruh anggota keluarga.
Komunikasikan masalah dengan suami, berbagai perubahan maupun gangguan fisik
psikis sosial yang dirasakan perlu diketahui suami. Pengertian, penerimaan dukungan
dari suami sangat besar artinya bagi wanita yang mengalami meopause, sehingga
ketegangan yang muncul dapat dicegah. Lebih baik bila keterbukaan ini juga
ditumbuhkan dalam keluarga secara keseluruhan.
3) Saumi
dan istri secara bersama bertanggung jawab dalam menghindari diri dari penyakit
infeksi menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS.
4) Suami
dan istri perlu memeriksakan kesehatan reproduksinya pada kasus infertilisasi
sehingga dapat dicarikan jalan keluarnya dengan tepat.
5) Suami
dan istri perlu mengetahui usia terbaik bagi perempuan untuk hamil dan
melahirkan.
6) Suami
dan istri perlu mengetahui tanda-tanda kehamilan yang aman serta kehamilan yang
beresiko.
7) Suami
dan istri mengetahui dengan benar tentang tanda-tanda bahaya kehamilan yang
berdampak pada ibu dan dan janin.
8) Suami
dan istri memperhatikan gizi yang baik untuk janin.
Dari
penjelasan tersebut, maka diharapkan dalam suatu keluarga memnghasilkan
keturunan yang baik, dan memperhatikan kesehatan reproduksi yang baik pula.[6]
BAB
III
PENUTUP
I.
KESIMPULAN
Kesehatan
reproduksi adalah keadaan kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh,
bukan hanya bebas dari penyakit atau kecacatan dalam segala aspek yang
berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi serta prosesnya. Kesehatan
reproduksi bukan hanya mencakup persoalan kesehatan reproduksi wanita secara
sempit dengan mengkaitkannya pada masalah seputar perempuan usia subur yang
telah menikah, kehamilan dan persalinan, pendekatan baru dalam program
kependudukan memperluas pemahaman persoalan kesehatan reproduksi dimana seluruh
tingkatan hidup perempuan merupakan fokus persoalan kesehatan reproduksi.
II.
KRITIK
dan SARAN
Demikiana
makalah ini kami buat tentang “kesehatan
reproduksi”, kami menyadari dalam penulisan makalah jauh dari kesempurnaan,
kami mengaharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalh kami selanjutnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Amin.
[1]
Jauharotul
Farida, Perempuan dan Kesehatan
Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm. 34.
[2]
Jauharotul
Farida, Perempuan dan Kesehatan
Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm. 34-40.
[3]
Aliah B.Purwakaniyah Hasan, Pengantar
Psikologi Kesehatan Islami,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2008)hlm.573
[4]Jauharotul
Farida, Perempuan dan Kesehatan
Reproduksi, (Semarang: IAIN Walisongo, 2010)hlm. 43-45
[5]
Nur Khayati Aidah, Modul Pendidikan
Kesehatan Reproduksi Untuk Remaja di Komunitas Muslim, (Jakarta: Rahimma,
2014), hlm.42-44
[6]Syafiq
Hasyim, Manakart Harga Perempuan,(Bandung
: Mizab 1999),hlm.116-117
Tidak ada komentar:
Posting Komentar