BAB I
PENDAHULUAN
I.
LATAR
BELAKANG
Dalam kehidupan sehari-hari kita sudah membuktikan dan merasakan
bahwa manusia tidak pernah lepas dari kehidupan beragama, baik dalam arti
sempit hubungan manusia dengan Tuhannya secara langsung atau dalam arti lebih
luas yaitu hubungan manusia dengan Tuhannya melalui orang lain atau lembaga
social keagamaan. Kematangan beragama seseorang berkaitan erat dengan
kematangan usia seseorang. Dalam hal ini tentu saja kematangan beragama anak
kecil, remaja, dewasa dan usia lanjut memiliki perbedaan yang signifikan. Dalam
maklah ini kami menyajikan materitentang kematangan beragama pada orang dewasa
dan lanjut usia.[1]
II.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana kematangan beragama seseorang?
2.
Bagaimana kematangan beragama pada orang dewasa dan manula?
3.
Apa ciri-ciri kematangan beragama orang dewaasa dan manula?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kematangan Beragama Seseorang
Manusia mengalami dua macam perkembangan yaitu perkembangan jasmani
dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani diukur berdasarkan umur
kronologis. Puncak perkembangan jasmani yang dicapai manusia disebut
kedewasaan. Sebaliknya, perkembangan rohani diukur berdasarkan tingkat
kemampuan (ability). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan
rohani disebut istilah kematangan (maturity).[2]
Kemampuan seorang untuk mengenali atau memahami nilai agama yang
terletak pada nilai-nilai luhurnya serta menjadikan nilai-nilai dalam bersikap
dan bertingkah laku merupakan ciri dari kematangan seorang untuk memahami,
menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-hari. Ia menganut suatu agama karena menurut keyakinanagama
tersebutlah yang terbaik. Karena itu ia
berusaha menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap
dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
Sebaliknya dalam kehidupan tidak jarang dijumpai
mereka yang taat beragama itu
dilatarbelakangi oleh berbagai pengalaman agama seperti tipe kepribadian
masing-masing. Kondisi ini menurut temuan psikologi agama mempengaruhi sikap
keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum member
cirri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing.
Kematangan keberagamaan seseorang dipengaruhi faktor dari dalam
diri (intern) dan dari luar (ekstern).
1.
Faktor Diri Sendiri
Faktor dari
dalam diri sendiri terbagi menjadi dua yaitu : kapasitas diri dan pengalaman.
Kapasitas ini berupa kemampuan ilmiah (rasio) dalam menerima ajaran-ajaran itu
terlihat perbedaannya antara seorang yang berkemampuan dan kurang kemampuan. Bagi
mereka yang mampu menerima dengan rasio nya, akan menghayati dan kemudian
mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut dengan baik, penuh keyakinan dan
argumentative, walaupun apa yang harus ia lakukan itu berbeda dengan tradisi
yang mungkin sudah mendarah daging dalam kehidpan masyarakat.
Sedang faktor
pengalaman, semakin luas pengalaman seseorang dalam bidang keagamaan, maka akan
semakin mantap dan stabil dalam melakukan aktivitas keagamaan. Namun bagi
mereka yang mempunyai penagalaman sedikit dan sempit, ia akan selalu mengalami
berbagai macam kesulitan dan akan selalu dihadapkan pada hambatan-hambatan
untuk dapat mengerjakan ajaran agama secara mantap.
Faktor internal
yang mempengaruhi sikap keberagamaan seorang terdiri dari :
a.
Tempramen, tingkah laku yang didasarkan pada tempramen tertentu
memegang peranan penting dalam sikap beragama seseorang.
b.
Gangguan jiwa, orang yang menderita gangguan jiwa menunjukan
kelainan dalam sikap dan tingkah lakunya.
c.
Konflik dan keraguan, konflik dan keraguan ini dapat mempengaruhi
sikap seorang terhadap agama, seperti taat, fanatic, agnotis maupun atheis.
d.
Jauh dari Tuhan, orang yang hidupnya jauh dari Tuhan akan merasa
dirinya lemah dan kehilangan pegangan hidup, terutama saat menghadapi musibah.
2. Faktor
Luar
Yang dimaksud
faktor luar adalah beberapa kondisi dan situasi lingkungan yang tidak banyak
memberikan kesempatan untuk berkembang. Faktor-faktor luar tersebut antara lain
tradisi agama atau pendidikan yang diterima. Berkaitan dengan sikap keberagamaan,
William James, megemukakan dua buah faktor yang memepengaruhi sikap keagmaan
seseorang, yaitu :
a.
Musibah
Seringkali
musibah yang sangat serius dapat mengguncangkan seseorang dan kegoncangan
tersebut seringkali memunculkan kesadaran keberagamaan. Mereka merasa mendapatkan
peringatan dari Tuhan.
b.
Kejahatan
Mereka yang
hidup dalam lembah hitam umumnya mengalami guncanagan batin dan rasa berdosa.
Perasaan tersebut mereka tutupi dengan perbuatan yang bersifat kompensatif,
seperti melupakan sejenak dengan berfoya-foya dsb, tidak jarang pula melakukan
pelampiasan dengan tindkan brutal, pemarah dan sebagainya.
Dalam buku The
Variaties Of Religious Experience William James menilai secara garis besar
sikap dan perilaku keagamaan itu dapat dikelompokam menjadi dua tipe yakni,
orang yang sakit jiwa dan tipe orang sehat jiwa.
1)
Tipe Orang Yang Sakit Jiwa (The Sick Soul)
Menurut William James, sikap keberagamaan orang yangg sakit jiwa
ini ditemui pada mereka yang pernah mengalami latar belakang kehidupan
keagamaan yang terganggu. Maksudnya orang tersebut meyakini suatu agama dan
melaksanakan ajaran agama tidak didasarkan atas kematangan beragama yang
berkembang secara bertahap sejak usia kanak-kanak hingga menginjak usia dewasa
seperti lazimnya terjadi pada perkembangan secara normal. Mereka meyakini suatu
agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan
oleh musibah, konflik batin ataupun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara
ilmiah.
Adapun ciri-ciri tindak keagamaan mereka yang mengalami kelainan
kejiwaan itu umumnya cenderung menampilkan sikap:
a)
Pesimis
Dalam
mengamalkan ajaran agama mereka cenderung bersikap pasrah diri kepada nasib
yang telah mereka terima.
b)
Introvert
Sifat
pesimis membawa mereka unuk bersikap objektif. Segala marabahaya penderitaan
selalu dihubungkannya dengan kesalahan diri dan dosa yang telah diperbuat.
c)
Menyenangi paham yang ortodoks
Sebagai
pengaruh sifat pesimis dan introvert kehidupan jiwanya menjadi pasif. Hal ini
lebih mendorong mereka untuk menyenangi paham kagamaan yang lebih konservatif
dan ortodoks.
2)
Tipe orang yang Sehat Jiwa (Healthy-Minded-Ness)
Ciri dan sifat
agama pada orang yang sehat jiwa menurut W. Starbuck yang dikemukakan oleh W.
Houston Clark dalam bukunya Religion Psychology adalah:
a)
Optimis dan Gembira
Orang yang
sehat jiwa menghayati segala bentuk ajaran agama dan perasaan optimis. Pahala
menurut pandangannya adalah sebagai hasil jeri payah yang diberikan Tuhan .
sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan yang dianggap seagai
keteledoran dan kesalahan yang dibuatnya dan tidak beranggapan sebagai
peringatan Tuhan terhadap dosa manusia.
b)
Ektrovet dan tak mendalam
Sikap optimis
dan terbuka yang dimilki orang yang sehat jasmani ini menyebabkan mereka mudah
meluapkan kesan-kesan buruk dan luka hati yang tegores sebagai akses agamis
tindakannya.
c)
Menyenangi ajaran ketauhidan yang liberal
Sebagai pengaruh kepribadian yang ekstrovet maka mereka cenderung,
1.
Menyenangi teologi yang luwes dan tidak kaku.
2.
Menunjukkan tingkah laku keagamaan yang lebih bebas.
3.
Mempelopori pembelaan terhadap kepentingan agama secara sosial.
4.
Selalu berpandangan positif.
5.
Berkembang secara graduasi.
B.
Kematangan
Beragama Pada Orang Dewasa dan Usia Lanjut.
Pada masa
dewasa, seseorang telah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang
dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber pada norma-norma lain dalam
kehidupan. Dengan demikian, sikap keagamaan seseorang di usia dewasa sulit
untuk di ubah. Andai terjadi perubahan, maka itu
telah melalui pertimbangan yang matang. Sebagai contoh adalah setelah adanya
konversi dalam dirinya. Ekspresi pada masa dewasa sudah menjadi hal yang istiqomah. Artinya sudah tidak percaya
ikut-ikutan lagi, tapi lebih berdasar pada kepuasan dari pelaksanaan ajaran
agama. Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas di
dasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini
umumnya juga dilandasi oleh pendalaman pengertian dan perluasan pemahaman
tentang ajaran agama yang dianutnya.
Proses
perkembangan manusia setelah dilahirkan secara fisiologis semakin lama semakin
menjadi lebih tua. Usia lanjut biasanya dimuai pada usia 65 tahun. Pada usia
lanjut ini, biasanya akan menghadapi berbagai persoalan. Mereka yang berada
pada usia lanjut merasa dirinya sudah tidak berharga lagi atau kurang dihargai.
Kehidupan beragamaan pada usia lanjut menurut hasil penelitian psikologi
ternyata meningkat. Orang yang berusia antara 60-100 tahun menunjukkan bahwa
ada kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan yang semakin meningkat.
Menurut William James, keagamaan pada usia lanjut semakin tua semakin
beribadah. Mereka sudah mulai mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat
kelak.[3]
C.
Ciri-ciri
Kematangan Beragama Pada Orang Dewasa dan Manula
a. Ciri-ciri
kematangan beragama pada orang dewasa
Sejalan
dengan tingkat perkembangan usianya, sikap keberagamaan pada orang dewasa
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Menerima
kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar
ikut-ikutan.
2. Cenderung
bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam
sikap dan tingkah laku.
3. Bersikap
positif terhadap ajaran-ajaran dan norma-norma agama dan berusaha untuk
mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4. Tingkat
ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri sendiri
sehingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5. Bersikap
lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6. Bersikap
lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain
didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati
nurani.
7. Sikap
keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian masing-masing,
sehingga terliha apa adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta
melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8. Terlihat
adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosial, sehingga
perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keberagamaan sudah berkembang.
b.
Ciri-ciri beragama pada manula
Secara garis
besar ciri-ciri keberagamaan di usia lanjut adalah:
1.
Kehidupan keberagamaan pada usia lanjut sudah mencapai tingkat
kemantapan.
2.
Meningkatnya kecenderungan untuk menerima pendapat keagamaan.
3.
Mulai muncul pengakuan terhadap
realitas tentang kehidupan akhirat secara lebih sungguh-sungguh.
4.
Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada kebutuhan saling cinta
antar manusia, serta sifat-sifat luhur.
5.
Timbul rasa takut pada kematian yang meningkat sejalan dengan
pertambahan usia lanjutnya.
6.
Perasaan takut kepada kematian ini berdampak pada peningkatan
pembentukan sikap keagamaan dan kepercayaan terhadap adanya kehidupan abadi
(akhirat).[4]
BAB III
Kematangan beragama seseorang berkaitan erat dengan kematangan usia
seseorang. Kematangan ini terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami,
menghayati, serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam
kehidupan sehari-sehari. Pada masa dewasa, seseorang telah memiliki tanggung
jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber
pada norma-norma lain dalam kehidupan. Dengan demikian, sikap keagamaan
seseorang di usia dewasa sulit untuk diubah. Andai terjadi perubahan, maka itu
telah melalui pertimbangan yang matang. Keagamaan pada usia lanjut yaitu semakin
tua semakin tinggi ketaatannya dalam beribadah. Karena mereka sudah mulai
mempersiapkan diri untuk bekal hidup di akhirat kelak.
B.
PENUTUP
Demikian makalah tentang Kematangan Beragama Orang Dewasa dan
Lanjut Usia. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, Kami mohon kritik dan saran yang membnagun dari
pembaca untuk makalah kami. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi Kita
semua, amin.
New Jersey: How to gamble in the US: Guide & FAQ - JTM Hub
BalasHapusNew 서산 출장샵 Jersey doesn't 경기도 출장마사지 need to 전라남도 출장마사지 worry, as there are no online 양주 출장샵 casinos accepting players from the US. 강원도 출장마사지 Here's a look at everything you need to know to